Beranda | Artikel
OLEH-OLEH PERJALANAN YAHYA DAN HUMAID
Kamis, 12 Maret 2009

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dalam Shahihnya;

Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb menuturkan kepadaku. Dia berkata; Waki’ menuturkan kepada kami dari Kahmas dari Abdullah bin Buraidah dari Yahya bin Ya’mar […] Ubaidullah bin Mu’adz al-Anbari menuturkan kepada kami, dan ini adalah haditsnya. Dia berkata; Ayahku menuturkan kepadaku. Dia berkata; Kahmas menuturkan kepada kami dari Ibnu Buraidah dari Yahya bin Ya’mar. Yahya mengatakan; Ma’bad al-Juhani adalah orang pertama di Bashrah yang berbicara menolak takdir. Maka aku bersama dengan Humaid bin Abdurrahman al-Himyari pun berangkat dalam rangka menunaikan haji atau umrah. Kami berkata, “Kalau seandainya kita bisa bertemu dengan salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam niscaya kita akan menanyakan kepadanya mengenai apa yang mereka lontarkan seputar masalah takdir itu.”

Ketika itu kami pun dipertemukan dengan Abdullah bin Umar bin al-Khaththab tatkala dia sedang berada di dalam masjid. Kemudian aku dan sahabatku segera memeluknya. Satu orang di sebelah kiri dan yang satunya di sebelah kanan. Aku mengira bahwa sahabatku itu menyerahkan kepadaku untuk berbicara. Lalu aku berkata, “Wahai Abu Abdirrahman, sesungguhnya di tempat kami telah muncul orang-orang yang lihai membaca al-Qur’an dan rajin mengumpulkan ilmu…” Lantas dia pun menyebutkan keadaan mereka itu. “Mereka mengatakan bahwa takdir yang mendahului itu tidak ada. Dan menurut mereka segala sesuatu terjadi dalam keadaan baru, tanpa diketahui sebelumnya oleh Allah.” Maka Ibnu Umar pun mengatakan, “Apabila kamu berjumpa dengan orang-orang itu, kabarkan kepada mereka bahwa aku berlepas diri dari mereka, dan mereka telah berlepas diri dariku. Demi Dzat yang Abdullah bin Umar bersumpah dengan nama-Nya, kalau pun mereka memiliki emas sebesar bukit Uhud untuk diinfakkan maka Allah tidak akan mau menerimanya sampai mereka beriman kepada takdir.”

Lalu Ibnu Umar mengatakan; Ayahku Umar bin al-Khaththab menuturkan kepadaku. Dia berkata; Ketika dahulu kami sedang duduk-duduk bersama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari, tiba-tiba muncul di tengah-tengah kami seorang lelaki yang berpakaian sangat putih dan rambutnya sangat hitam dan tidak tampak padanya bekas perjalanan. Tidak ada seorang pun di antara kami yang mengenalinya. Sampai akhirnya dia duduk di depan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu dia himpitkan kedua lututnya dengan kedua lutut Nabi, dan dia letakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha Nabi. Lelaki itu berkata, “Wahai Muhammad, beritakan kepadaku tentang Islam.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Islam adalah dengan kamu bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah, dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah. Kamu juga harus mendirikan shalat, membayarkan zakat, berpuasa Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah jika kamu memang sudah mampu melakukannya.” Lelaki itu berkata, “Kamu benar.” Umar berkata, “Kami pun terheran-heran, lelaki itu bertanya dan dia juga yang membenarkan jawabannya.” Lalu dia berkata, “Beritakan kepadaku mengenai iman.” Maka Nabi menjawab, “Kamu harus beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan hari akhir, serta kamu juga harus beriman kepada ketetapan takdir yang terasa baik maupun yang terasa buruk.” Lelaki itu kembali mengatakan, “Kamu benar.” Lalu dia berkata, “Beritakan kepadaku apa makna ihsan.” Maka beliau menjawab, “Yaitu kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu benar-benar melihat-Nya, dan kalau kamu tidak bisa beribadah seolah melihat-Nya maka yakinilah bahwa dia selalu melihatmu.” Lelaki itu berkata, “Lalu beritakanlah kepadaku kapan tiba hari kiamat.” Maka Nabi menjawab, “Tidaklah orang yang ditanya lebih mengerti daripada orang yang bertanya.” Lalu dia mengatakan, “Kalau begitu beritahukan kepadaku tentang ciri-ciri kedatangannya.” Maka Nabi menjawab, “Yaitu ketika seorang budak perempuan telah melahirkan tuannya, dan kamu lihat orang-orang yang bertelanjang kaki, tak berpakaian, miskin dan pekerjaannya menggembalakan domba telah saling berlomba untuk meninggikan bangunan.” Umar berkata, “Kemudian lelaki itu pergi, dan aku melalui waktu beberapa hari lamanya, lalu Nabi berkata kepadaku, “Wahai Umar, tahukah kamu siapa orang yang bertanya itu?”. Maka aku jawab, “Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Nabi berkata, “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan permasalahan agama kalian.”.” (Diterjemahkan dari Shahih Muslim, cet. Darul Kutub Ilmiyah 1427 H, hal. 27)

Faedah hadits ini, antara lain :

  1. Disyariatkannya melakukan perjalanan dalam rangka menuntut ilmu syar’i
  2. Mengajak teman dalam melakukaan safar
  3. Mengembalikan permasalahan kepada para ulama dan bertanya kepada mereka ketika menjumpai persoalan
  4. Mengembalikan pemahaman agama kepada para Sahabat, karena mereka adalah orang-orang yang paling mengerti tentang al-Kitab dan as-Sunnah
  5. Penyimpangan dalam hal aqidah khususnya rukun iman telah terjadi di masa-masa para ulama salaf. Maka hal itu seharusnya menumbuhkan rasa takut dalam diri kita yang hidup jauh dari jaman para sahabat. Kalau di masa di saat sebagian para sahabat masih hidup saja hal itu bisa terjadi lalu bagaimana lagi di jaman kita ini sekarang yang sangat jauh dari masa salaf dan penuh diliputi dengan syubhat dan kerancuan pemikiran?!
  6. Iraq (Bashrah) merupakan tempat tumbuh berkembangnya berbagai macam aliran sesat dan fitnah
  7. Para sahabat adalah orang-orang yang paling dalam pemahamannya terhadap al-Qur’an
  8. Untuk memahami al-Qur’an harus mengikuti cara pemahaman para sahabat
  9. Disyari’atkannya memakai nama kun-yah dan memanggil sesama muslim dengannya, seperti nama Abdullah bin Umar yang berkun-yah Abu Abdirrahman
  10. Cinta dan benci karena Allah. Hal itu sebagaimana tampak dari sikap Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma yang menampakkan kebencian terhadap orang-orang yang mengingkari taqdir
  11. Persaudaraan yang hakiki adalah persaudaraan yang dibangun di atas landasan iman
  12. Iman terhadap Allah tidak akan diterima jika tidak diiringi dengan iman kepada takdir
  13. Tidak sah mengimani sebagian rukun iman dan mengingkari sebagian yang lain
  14. Tanpa iman yang benar maka amal sebanyak apa pun tidak akan diterima
  15. Iman kepada takdir jauh lebih penting daripada berinfak
  16. Berinfak merupakan salah satu bentuk ibadah yang sangat utama
  17. Hendaknya menginfakkan harta yang baik, bukan yang buruk-buruk
  18. Bolehnya bersumpah tanpa diminta untuk menegaskan perkara yang sangat penting
  19. Bersumpah harus dengan menyebut nama Allah, tidak dengan menyebut nama makhluk
  20. Anak mengambil ilmu dari ayahnya dan menyebarkan ilmu tersebut. Hal itu terlihat dari periwayatan hadits ini dari Abdulllah bin Umar dari ayahnya
  21. Hadits ini juga menunjukkan hendaknya para orang tua memiliki perhatian besar untuk mendidik putra-putrinya di atas aqidah yang benar, sebagaimana yang diajarkan oleh Umar kepada putranya Abdullah bin Umar
  22. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam suka bergaul dengan orang-orang salih yaitu para sahabat dan bersemangat dalam menyampaikan ilmu kepada mereka
  23. Hendaknya seorang penuntut ilmu memakai pakaian yang rapi dan bersih ketika menghadiri majelis ilmu
  24. Hendaknya menjaga adab ketika berada di dalam mejlis ilmu atau bertanya kepada ulama
  25. Disyariatkannya memberikan pelajaran dengan metode tanya jawab
  26. Disyariatkannya membuat majelis ilmu yang membahas tentang aqidah dan keimanan yang terbuka untuk umum
  27. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling paham tentang definisi-definisi istilah agama, misalnya makna islam, iman, dan ihsan
  28. Tidak cukup memaknai istilah islam, iman dan ihsan dengan berpatokan kepada makna bahasanya saja
  29. Keharusan membenarkan berita yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
  30. Islam dibangun di atas lima pilar; syahadatain, shalat, zakat, puasa, dan haji
  31. Pada asalnya orang yang bertanya hendaknya bertanya untuk memberikan manfaat bagi dirinya sendiri yaitu agar ketidaktahuannya menjadi sirna, dan boleh juga menanyakan sesuatu yang sudah diketahuinya dengan tujuan agar hadirin yang lain bisa memetik pelajaran dari jawaban yang diberikan nantinya
  32. Untuk menunaikan ibadah haji diperlukan persiapan dan kemampuan yang lebih banyak dibandingkan ibadah atau rukun Islam yang lain
  33. Rukun iman mencakup enam hal; iman kepada Allah, kepada malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari akhir, dan kepada takdir
  34. Ada takdir yang terasa baik dan ada pula takdir yang terasa buruk
  35. Allah lah yang menentukan segala kejadian di alam semesta ini, baik maupun buruk
  36. Pentingnya iman kepada taqdir
  37. Mengingkari salah satu rukun iman sama artinya dengan menolak semuanya
  38. Islam memiliki pembatal-pembatal yang apabila dikerjakan maka keislaman seseorang menjadi tidak lagi diterima
  39. Di dalam hadits ini juga terdapat bantahan yang sangat telak bagi kaum yang menganut ajaran wahdatul wujud (menyatunya hamba dengan tuhan), yang hal itu terlihat dari penyebutan rukun iman dengan objek yang berbeda-beda; Allah bukan malaikat, malaikat bukan rasul, dan seterusnya. Hal ini menunjukkan dengan terang akan kebatilan paham tersebut
  40. Agama Islam terdiri dari tiga tingkatan; islam, iman dan ihsan
  41. Seorang akan bisa mencapai derajat ihsan jika memiliki pemahaman yang benar terhadap nama dan sifat Allah
  42. Kemampuan orang untuk beribadah kepada Allah itu bertingkat-tingkat
  43. Apabila seseorang tidak mampu untuk mencapai kebaikan dalam taraf yang tertinggi maka hendaknya dia berusaha untuk melakukan yang terbaik yang bisa dikerjakannya; mendekati ideal.
  44. Allah bisa dilihat, kelak di akhirat
  45. Allah tidak bisa dilihat di alam dunia
  46. Allah maha melihat makhluk-Nya
  47. Pemahaman terhadap tauhid asma wa shifat akan dapat meningkatkan kualitas penghambaan seorang insan
  48. Ajaran Islam meliputi perkara lahir dan perkara batin
  49. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam orang yang paling paham tentang agama saja tidak mengetahui kapan tibanya hari kiamat secara pasti, lalu bagaimana lagi dengan selainnya?
  50. Ilmu gaib hanya dikuasai oleh Allah
  51. Tidak boleh berbicara dan berfatwa tanpa ilmu
  52. Harus bersikap jujur, tidak boleh berlagak sok tahu padahal tidak tahu
  53. Terdapat tanda-tanda yang mendahului sebelum terjadinya kiamat besar
  54. Kehidupan di alam dunia ini pasti berakhir
  55. Adanya perbudakan
  56. Bolehnya memanggil orang dengan langsung menyebut namanya, kecuali terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena terdapat larangan khusus padanya
  57. Malaikat bisa menjelma dalam bentuk manusia
  58. Betapa luasnya kasih sayang Allah kepada manusia, sampai-sampai dalam rangka memberikan bimbingan ilmu untuk mereka Allah harus mengutus malaikat-Nya dan mendatangkannya ke dalam majelis para sahabat
  59. Hendaknya menyampaikan pertanyaan yang bagus kepada pengajar
  60. Pertanyaan merupakan salah satu gerbang dibukakannya hidayah
  61. Semua ajaran Islam berporos pada hadits ini yang menerangkan tiga unsur pokok agama ini yaitu islam, iman, dan ihsan. Semakin sempurna penerapan terhadap ketiganya maka semakin sempurna pula agama seorang hamba
  62. Hadits ini juga menunjukkan bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang. Sehingga hal ini menjadi dalil yang membantah pemahaman sebagian firqah yang menyimpang yang mengatakan bahwa iman itu tetap alias tidak bertambah dan tidak berkurang
  63. Hadits ini juga menunjukkan bahwa iman itu meliputi ucapan dan perbuatan serta keyakinan di dalam hati.
  64. Pokok keimanan tertanam di dalam hati sedangkan cabang-cabangnya muncul dalam tindakan lahiriyah oleh anggota badan
  65. Wajibnya mengucapkan dua kalimat syahadat
  66. Pentingnya tauhid dan kewajiban untuk mendahulukannya sebelum syari’at Islam yang lain
  67. Wajibnya menjalankan shalat
  68. Shalat adalah rukun Islam terpenting setelah syahadat
  69. Wajibnya menunaikan zakat
  70. Wajibnya menjalankan puasa Ramadhan
  71. Wajibnya menunaikan ibadah haji sekali seumur hidup
  72. Wajibnya mengimani adanya Allah dengan segenap kesempurnaan nama dan sifat-Nya
  73. Wajibnya mengimani adanya malaikat
  74. Wajibnya taat kepada Rasul
  75. Wajibnya mengimani telah diturunkannya kitab-kitab suci
  76. Wajibnya mengimani hari kiamat
  77. Wajibnya mengimani takdir yang meliputi keyakinan terhadap ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu yang lampau, sekarang maupun akan datang, dan Allah telah mencatat itu semua, Allah memiliki kehendak serta yang menciptakan segala makhluk beserta perbuatan mereka
  78. Manusia tidak dipaksa dan memiliki kehendak serta pilihan
  79. Allah memiliki hak yang harus ditunaikan oleh setiap hamba yaitu beribadah kepada-Nya
  80. Barangsiapa mengingkari perkara-perkara yang diterangkan oleh Nabi dalam hadits ini maka dia telah mengingkari agama Islam
  81. Ajaran Islam adalah ajaran yang telah sempurna
  82. Ilmu itu didatangi bukan mendatangi, sebagaimana halnya Jibril yang datang kepada Nabi
  83. Hadits ini merupakan bantahan telak bagi kaum qadariyah yang menolak adanya ketetapan taqdir. Menurut mereka Allah tidak mengetahui sesuatu kecuali setelah terjadinya. Dan hal ini juga sekaligus membantah keyakinan sekte Rafidhah/Syi’ah yang juga memiliki keyakinan serupa yang disebut sebagai aqidah bada’
  84. Pentingnya mempelajari Sunnah-Sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyebarkannya di tengah umat demi membentengi diri dari penyimpangan aqidah
  85. Hadits ini juga menunjukkan keutamaan ahli hadits, karena mereka itulah orang yang paling mengerti tentang Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
  86. Di dalam hadits ini juga terkandung motivasi untuk menekuni ilmu hadits
  87. Di dalam hadits ini juga terkandung urgensi jarh (kritikan terhadap individu) wa ta’dil (pujian serta rekomendasi) demi menjaga kemurnian syari’at Islam
  88. Hadits ini juga menunjukkan wajibnya amar ma’ruf dan nahi munkar
  89. Dan faedah lainnya yang belum saya ketahui, wallahu a’lam.


Artikel asli: http://abumushlih.com/oleh-oleh-perjalanan-yahya-dan-humaid.html/